Rainbow Pinwheel Pointer

Jumat, 03 April 2015

Tugas 2

TUGAS 2

ILMU BUDAYA DASAR

Membedah Buku “INCEST”


Rahmat Juniarto
18114804
1KA08


Sistem Informasi

Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informatika

April 2015

`        KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah ilmu budaya dasar ini dengan tepat waktu.
 Dalam tugas ini saya dapat menyelesaikan karya tulis dengan judul “Membedah Buku “INCEST”” Tugas ini dibuat dalam rangka memperdalam matakuliah ilmu budaya dasar. Saya menyadari bahwa baik isi maupun penyusunan makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu segala saran, tegur sapa, dan kritik membangun sangat saya harapkan.
Demikianlah,  semoga makalah yang saya buat ini dapat bermanfaat bagi saya dan semua pihak yang telah membacanya.

Jakarta, 7 April 2015

Rahmat Juniarto




LATAR BELAKANG

 Pulau Bali merupakan sebuah tempat impian bagi mereka yang mendambakan keindahan alam, keramahan penduduk setempat, dan pertunjukkan seni yang Adi Luhung. Pulau ini merupakan tujuan wisata yang terkenal, baik secara Nasional maupun Internasional. Keteguhan tradisi seni yang terutama memang telah menjadi daya pikat tersendiri bagi orang -orang yang datang ke pulau Dewata ini.
Kemasyarakatan di Bali mengenal adanya sistem sosial atas kesatuan wilayah. Sistem ini adalah banjar, subak, seka, gotong royong, serta adanya sistem pelapisan masyarakat. Sementara itu, sebagian besar masyarakat Bali menganut agama Hindu-Bali. Walaupun demikian, sebagian kecil golongan masyarakatnya ada yang memeluk Islam, Kristen, Katolik , dan agama Budha
Selain keindahan alam dan kekokohan tradisi Bali yang sangat unik, kesusastraan Bali juga menjadi potensi penting dalam khazanah kesusatraan di Indonesia. Kesustraan Bali telah ada sejak dahulu. Sastra Bali sangat dipengaruhi oleh budaya Hindu. Sastra Bali kuno disebut juga sebagai sastra Bali Purwa. Sastra Bali Purwa (klasik/lama/kuno) merupakan formulasi dari sastra Bali sebagai sastra yang bercorak dan bersifat tradisi atau warisan secara turun-temurun. Sastra Bali, dalam hal ini juga disebut sebagai sastra Bali Tradisional sebagai himpunan karya-karya sastra, dibangun atas struktur tradisional, baik dalam konvensi, tema, tokoh, maupun motif cerita yang ditampilkan.









­­Identitas Buku
Judul   : Incest; Kisah Kelam Kembar Buncing
Pengarang : I Wayan Artika
Penerbit           : Interpre Book
Tahun  : 2008
Genre  : Novel Dewasa
Tebal   : 268 halaman





SINOPSIS
 Incest Novel karya I Wayan Artika, novel ini menceritakan tentang kelahiran Kembar Buncing (bayi kembar laki– laki dan perempuan) di sebuah desa bernama Jelungkap, yang lahir dari pasangan suami- istri Nyoman Sika dan Ketut Artini. Kelahiran bayi kembar ini tentunya membawa sukacita bagi pasangan suami istri ini. Lain halnya dengan adat istiadat setempat yang menganggap kelahiran bayi kembar buncing ini sebagai aib/kutukan. Bagi adat, hanya hewanlah yang melahirkan bayi lebih dari satu.
Masyarakat desa Jelungkap menuntut Nyoman Sika dan Ketut Artini untuk membayar aib bayi Kembar Buncing, Jika suami-istri itu tidak membayar, kutukan akan menyerang desa tersebut. Sebelumnya, selama 42 hari mereka diasingkan ke tanah pemakaman, lalu dilanjutkan dengan menjalani upacara Sumpah Malik, sebuah upacara penyucian dari aib yang tujuannya untuk mempermalukan Nyoman Sika dan, yang terpenting, untuk memberi pelajaran bahwa adat itu absolut. Nyoman Sika memiliki cara pandang yang berbeda. Ia terang–terangan menggugat atas apa yang adat jatuhkan sebagai hukuman terhadap bayi kembar yang dilahirkan oleh istrinya. Nantinya, bayi ini harus dipisahkan. Kedua orangtua Kembar Buncing hanya boleh membesarkan satu anak dan tidak boleh dicari apalagi dikenalkan pada saudara kembarnya karena ketika dewasa, mereka harus dinikahkan untuk melunasi aib yang telah mereka bawa.

Bagi Nyoman Sika adat itu kaku, terlalu absolut, tidak adil, irasional, dan terlalu dipuja; sebuah dunia hitam putih yang selalu mengagungkan masa lalu. Namun, tetap saja pasangan suami istri ini tidak memiliki kuasa atas adat; mereka akhirnya memilih bayi perempuan yang dibesarkan, sedangkan yang laki – laki diserahkan ke panti asuhan.

Setelah 25 tahun berlalu, Jelungkap telah berubah wajah. Jelungkap lambat laun mulai melupakan peristiwa Sumpah Malik Kembar Buncing. Adat tidak lagi menjadi hal yang terlalu penting atau dipusingkan. Warga Jelungkap mulai mabuk dengan modernisasi dengan latar pendidikan mereka yang rendah yang naif dan mentah–mentah menelan semua hal yang disebut modernisasi. Kemudian, kedua Kembar Buncing itu, Putu Geo Antara dan Gek Bulan Armani, telah kembali ke Jelungkap. Secara misterius, keduanya dipertemukan di Jelungkap.




Warga desa Jelungkap, terutama para tetuanya, mulai gelisah dengan pertemuan Kembar Buncing ini. Apa yang menjadi tuntutan pelunasan Kembar Buncing, yaitu dinikahkan, malah menjadi bumerang bagi warga Jelungkap di masa kini. Sekarang mereka ketakutan kalau keduanya benar–benar menjadi sepasang kekasih dan menikah. Apa yang ditakutkan oleh warga Jelungkap menjadi kenyataan; keduanya jatuh cinta dan menjadi sepasang kekasih. Bahkan, di akhir cerita, Gek Bulan mengandung janin dari Geo Bulan. Jelungkap mengingatkan mereka dan berupaya memisahkan mereka karena mereka sebenarnya satu darah. Namun, semuanya sudah terlambat.

Tinjauan
Menurut saya agak bingung waktu membaca novel ini, karena bahasa penulisannya, yang susah. dan juga saya kadang tidak mengerti tentang istilah-istilah adatat, ataupun bagaimana rasanya hidup diatur oleh serangkaian adat, karena bagaimanapun saya juga tidak tahu menahu adat istiadat yang ada di Bali.
  


KESIMPULAN
Novel Incest karya I Wayan Artika merupakan sebuah penyampaian kontestasi antara adat dan modernisasi. Penulis menemukan bahwa kontestasi ini menghasilkan ketidakjelasan posisi adat dan modernisasi di Bali. Kembar Buncing hanya sebuah kamuflase penyampaian sebuah gugatan kerinduan dari sang penulis untuk menyampaikan bahwa permasalahan multikulturalisme di Bali sudah mengkhawatirkan: esensi dari tradisi itu sendiri sudah luntur dan tradisi seolah–olah sudah tidak dapat berbuat apa- apa terhadap problematika yang terjadi saat ini. Sungguh suatu ironi karena modernisasi memang memberikan hal postif yang memabukkan padahal di balik itu semua ada kepentingan dari pusat atau metrople secara politis menancapkan kuku kekuasaan di tempat tersebut. Bali saat ini mengalami apa yang disebut sebagai imperialisme dalam bentuk sektor pariwisata. Masalah adat tentang Kembar Buncing yang mendatangkan aib bagi warga Jelungkap tidak lain adalah sebuah metafora atas keadaan yang terjadi di Bali saat ini; adat dan kebudayaan luar menjadi incest yang tidak terpisahkan, tetapi sekaligus menjadi permasalahan bagi masyarakatnya sendiri. Novel ini tidak dimaksudkan untuk menjelek– jelekkan adat dan modernisasi, tetapi justru sebagai bahan perenungan tentang fenomena modernisasi yang seringkali diterima mentah–mentah tanpa dikaji lebih dalam tentang baik dan buruk dampak dari modernisasi tersebut.











DAFTAR PUSTAKA

·        http://estiningtya.blogspot.com/2012/11/incest-by-i-wayan-artika-review.html
·        http://perpustakaandanarsip.semarangkota.go.id/Buku-14753-INCESTI-WAYAN-ARTIKA.--II.--PINUSYOGYAKARTA2006.html
·        http://www.wisata-buku.com/index.php?option=com_content&task=view&id=1442&Itemid=1580
·        http://dewatok.blogspot.com/2014/06/analisis-aspek-moral-novel-incest-karya.html


0 komentar:

Posting Komentar